oleh

Hasil Pembalakan Liar Kayu  Asal Muba dijual Ke Jakarta

ANTERO CRIME – Praktik pembalakan liar diam-diam masih terjadi. Menggunduli hutan di di wilayah Musi Banyuasin (Muba). Kasusnya diungkap jajaran Unit 1 dan 2 Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumsel pimpinan AKBP Tito Dani ST SH MH.

Lokasi illegal logging tersebut masuk kawasan Desa Macang Sakti, Kecamatan Sanga Desa. Petugas menyambangi lokasi itu, Selasa (5/9) dini hari.

Tiga tersangka dan barang bukti 700 batang kayu gelondongan (log) ditemukan di tempat itu. Jenisnya kelompok kayu rimba campuran (KKRC).

Tiga tersangka yang diciduk yakni pemilik sawmil (tempat pemotongan kayu) berinisial Ys (46), warga Jl DI Panjaitan, Palembang. Lalu, tersangka Sp (62) warga Jl M Yamin, Kelurahan Payo Lebar, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi dan Sw (48), warga Kelurahan 15 Ulu Kecamatan Jakabaring, Palembang.

Pengakuan ketiga tersangka, praktik illegal logging telah berlangsung dalam kurun waktu setahun terakhir.

Namun, pengakuan para tersangka tidak tidak serta merta diterima penyidik. Melihat banyaknya barang bukti di lokasi, kuat dugaan pembalakan liar sudah berlangsung lama.

Wadirreskrimsus Polda Sumsel, AKBP Putu  Yudha Prawira SIK SH MH, pihaknya tidak percaya dengan pengakuan ketiga tersangka.

Saat ini kami tengah menelusuri penerima kayu log olahan itu,” bebernya, kemarin (7/9). Dari hasil pemeriksaan sementara, kayu log itu setelah diolah dijual ke Jakarta.

“Masih kita kembangkan penyelidikannya dengan melihat dari pembukuan penjualan,” ungkap Putu.

Kasubdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumsel, AKBP Tito Dani menambahkan, di antara KKRC yang disita, ada jenis kayu Labu, Sepang, Mendara atau Dara, Meranti, Kemang dan Racuk.

“Total sebanyak 700 batang kayu olahan dan sekitar 10 kubik kayu yang belum diolah/ gelondongan (log),” jelasnya.

BACA JUGA :  Polda Sumsel Grebek Penimbunan 10 Ribu Liter BBM  Ilegal

Pihaknya juga mengamankan dua mobil. Satu truk Mitsubishi Colt Diesel PS125 tanpa nomor polisi (nopol) dan satu lagi Gran Max Nopol BG 8047 IW serta tiga unit mesin pemotong kayu.

Pengakuan tersangka Ys, ia menjual kayu-kayu hasil pembalakan liar itu kepada seorang pemesan di Jakarta. Satu kubik kayu olahan Rp400-450 ribu.

Ada beberapa kubik yang sudah kami jual ke warga lokal. Kalau untuk yang ke Jakarta, belum sempat dijual, sudah keburu ditangkap,” ucapnya. Ketiga tersangka dijerat pasal berlapis.

Selain di wilayah Muba, perambahan hutan juga terjadi di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Ada dua resort yang masuk wilayah V seksi pengelolaan taman nasional ini. Yakni resort Musi Rawas-Lubuklinggau di Pasenan dan resort Muratara di Pulau Kidak.

Di kabupaten Muratara, luas hutan tercatat 604.020,92 hektare.Rinciannya, 236.315,66 hektare hutan suaka alam, 1.954,41 hektare hutan lindung, 31.724,08 hektare hutan produksi terbatas, 148.210,81 hektare hutan produksi tetap dan 9.481,16 hektare hutan produksi konveksi.

Dengan kata lain, dari jumlah itu, 365.750 (60,55 persen) merupakan hutan/kawasan budidaya yang dimanfaatkan sebagai hutan produksi, hutan suaka maupun hutan konversi.

Hampir 60 persen lebih wilayah hutan di wilayah ini sudah dijarah perambah dan beralih fungsi jadi perkebunan,” kata M Aidil, polisi hutan UPTD KPH Wilayah 14 Rawas, belum lama ini.

Perambahan dan alih fungsi paling banyak di wilayah Rawas Ilir. “Ada yang dirambah masyarakat jadi kebun sawit. Ada juga yang dilakukan pihak perusahaan,” bebernya.

UPTD KPH Wilayah 14 Rawas melakukan pengawasan dengan melibatkan sejumlah pihak mulai dari pihak kepolisian, pemda dan lainnya.

Dari pengawasan yang dilakukan, kasus peralihan hutan menjadi kebun rakyat atau perambahan cukup mendominasi. Khususnya di pinggiran kawasan hutan.

BACA JUGA :  Pipa Besi Hibah PT Freeport yang Hilang Ditemukan di Pasuruan

“Kalau ke tengah hutan mereka tidak berani karena untuk melakukan pembukaan lahan warga menggunakan alat berat,” ujarnya.

Aksi pembalakan hutan secara liar oleh masyarakat menjadi pemandangan umum yang sering terlihat ‎di aliran sungai wilayah Muratara. “Untuk pembakaran lahan (karhutla), hanya terjadi dilahan lahan kebun milik warga. Tidak sampai ke kawasan hutan,” tambahnya.

Informasi K, warga Muratara, raturan orang berlomba mencari kayu berkelas ukuran raksasa di dalam hutan TNKS. Khususnya di wilayah Kabupaten Muratara.

“Kalau dulu hanya kayu Meranti, Merawan, Ulin, dan Jati yang diincar. Sekarang hampir seluruh jenis kayu ikut ditebang,” bebernya.

Kayu-kayu gelondongan itu akan dipotong menjadi ukuran balok tidak simetris, panjang 6-8 meter. Lalu diangkut dari hulu melalui jalur aliran sungai. “Pasti tahu semua kalau itu tidak boleh. Tapi itulah pencarian warga,” cetusnya.

Kayu-kayu yang sudah tiba di ilir sungai akan diangkut melalui jalur darat langsung menuju Pulau Jawa. “Sudah ditunggu cukong-cukong kayu dengan mobil pengangkut mereka. Transaksi tunai, langsung dibawa kayu-kayu itu,” beber K.

Informasi dihimpun, kawasan TNKS di wilayah seksi V Lubuklinggau pada 2014 tercatat 3.158 hektare yang mengalami kerusakan parah.

Terpisah, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional (PTN) Wilayah III Sumsel-Bengkulu, M Mahfud mengungkapkan, kerusakan TNKS di wilayah III Sumsel-Bengkulu saat ini mayoritas akibat perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian.

Luas kawasan TNKS di wilayah III itu mencapai 172.000 hektare. “Tingkat kerusakannya berkisar 4-5 persen,” jelasnya.

Pemulihan ekosistem kawasan TNKS yang berubah fungsi pada 2023 ini dilakukan di wilayah Kabupaten Muratara dan Bengkulu berupa suksesi alami. (kms/zul/noe)














Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *