PALEMBANG-ANTERO-Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Laporan Hasil Pemeriksaan atas pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran (TA) 2019 nomor: 6/LHP/XVII/Ol/2021 yang terbit pada tanggal 8 Januari 2021, mengungkapkan sejumlah badan usaha (BU) yang telah habis masa berlaku izinnya, akan tetapi masih mempunyai kewajiban iuran belum dibayar Rp16.881.913.244 pada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH migas).
Berdasarkan hasil pengujian atas data BU dan Kertas Kerja Perhitungan luran dan Denda BU Tahun 2019 pada BPH migas diketahui bahwa terdapat 54 BU yang telah habis izin berlakunya tetapi masih memiliki kewajiban pembayaran iuran BU yang belurn dibayar sampai dengan per 31 Desernber 2019,
Selain itu juga, diketahui saldo piutang iuran BU pada BPH migas sebesar Rp79.399.989.120, yang terdiri dari Piutang luran BU BBM sebesar Rp74.985.667.586, dan Piutang luran BU Gas Bumi sebesar Rp4.414.321.534.
Dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menyebutkan bahwa Piutang tersebut merupakan saldo hasil verifikasi dan rekonsiliasi BU sampai dengan periode 2019 yang telah terbit surat tagihnya pada saat tanggal pelaporan.
Pada risalah tersebut,BPK juga mengungkapkan sebanyak 19 BU yang masa berlaku izin habis pada tahun 2019 dan tidak diketahui informasi perpanjangan izinnya tetapi masih memiliki kewajiban pembayaran luran BU sebesar Rp6.946.456.570.
Pengujian atas BU yang pada tahun 2019 telah habis masa berlaku izin ditemukan 19 BU yang belum melakukan pelunasan atas kewajiban pembayaran sampai dengan 31
Desember 2019 sebesar Rp6.9 miliar Atas 19 BU tersebut sampai dengan 16
Oktober 2020 tidak diperoleh informasi perpanjangan atas izin tersebut.
Selanjutnya, sebanyak 35 BU yang habis masa berlaku izin sebelum tahun 2019 dan sudah tidak aktif tetapi masih memiliki kewajiban pembayaran luran BU sebesar
Rp9.935.456.674,00 Sekretariat BPH migas mernberikan data bahwa terdapat 213 BU yang terdiri dari 180 BU BBM dan 33 BU Gas Bumi yang melakukan aktivitas niaga/pengangkutan pada tahun 2019.
Hasil perbandingan data atas 213 BU tersebut dengan data BU dalam Kertas Kerja Piutang ditemukan adanya 35 BU terdiri dari 32 BU BBM dan tiga BU Gas Bumi yang tidak termasuk dalam 213 BU tersebut, namun masih rnemiliki piutang sebesar Rp9,9 miliar.
Menanggapi hal itu, Koordinator Bareta, Boni Belitong, menuturkan bahwa temuan tersebut perlu dipertanyakan kepihak BPH migas terkait tindak lanjutnya dalam upaya menagih hutang kepada BU yang masih ada sangkutan selebelumnya.
“Mengutip pernyataan BPK untuk tahun 2019 melalui BPH migas negara di senyalir kehilangan pendapatan sebesar Rp16.881.913.244, dari sektor iuran, dan adanya kesalahan pencatatan piutang sebesar Rp257.535.614, ini fatal,” ujar Boni di Palembang pada Klikanggaran.com, Kamis (2-9).
Lebih lanjut dikatakan Boni, kondisi tersebut tidak sesuai dengan PP Nomor 1 Tahun 2006 tentang Besaran dan Penggunaan luran BU dalam Kegiatan.
Usaha Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan Pengangkutan Gas Bumi Melalui PP Nornor 48 Tahun 2019 tentang Besaran dan Penggunaan luran BU dalam Kegiatan Usaha Penyediaan, Pendistribusian BBM serta Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa.(*)
Komentar